
Oleh: Letti Sasmida, S.S
Pegiat Pendidikan/Yayasan Petranas
Perahu layar menuju dermaga, singgah sebentar membeli ikan. Berkat perjuangan para pahlawan, Indonesia merdeka penuh harapan.
Menyambut peringatan hari kemerdekaan Indonesia ke-79 tahun, penting meneladani nilai-nilai yang sudah ditanamkan oleh para pejuang kemerdekaan. Kemerdekaan yang diraih oleh bangsa Indonesia tentunya melibatkan seluruh elemen rakyat, salah satunya perjuangan dalam bidang pendidikan. Tidak hanya perjuangan fisik, pendidikan memiliki peran penting dalam pergerakan nasional. Pendidikan memegang peranan penting terhadap perubahan.
Salah satu pahlawan nasional yang berjuang di bidang pendidikan adalah Raden Mas Soewandi Suryaningrat yang dikenal sebagai Ki Hajar Dewantara, Bapak Pendidikan Nasional. Lahir di Yogyakarta pada 2 Mei 1889, Ki Hajar Dewantara adalah gelar yang ia sandang ketika berumur 40 tahun agar bisa lebih dekat dengan rakyat pribumi.
Sebelum kemerdekaan, Ki Hajar Dewantara menunjukkan perhatian besar terhadap dunia pendidikan nasional, salah satunya dengan mendirikan Taman Siswa pada 3 Juli 1922 di Yogyakarta. Selama terkurung hingga bebasnya Ki Hajar Dewantara dari pihak Belanda, ia memaknai pendidikan secara filosofis, merangkai tujuan pendidikan untuk memerdekakan manusia dari aspek eksternal (kemiskinan dan kebodohan) dan internal.
“Pendidikan Nasional adalah pendidikan yang berdasarkan garis-garis bangsanya (kultural nasional) dan ditujukan untuk keperluan perikehidupan (maatschappelijk) yang dapat mengangkat derajat negeri dan rakyatnya, sehingga bersamaan kedudukan dan pantas bekerjasama dengan bangsa lain untuk kemuliaan segenap manusia di seluruh dunia.”
Selaras dengan visi pendidikan Petranas untuk menghasilkan manusia Indonesia yang berakhlak mulia, berkeadilan, cerdas, mandiri, memutus rantai kemiskinan, berjiwa nasionalis, mampu bertransformasi, dan berintegritas terhadap kemajuan bangsa, serta bersemangat dan bermotivasi tinggi untuk maju, juga berdaya saing dan berwawasan lingkungan global. Ini diiringi dengan meningkatkan sikap loyalitas Satuan Pendidik dan Tenaga Kependidikan terhadap sekolah.
Berikut ini tiga pondasi dalam mendidik menurut Ki Hajar Dewantara:
Pertama, Ing Ngarso Sung Tulodo. Di depan, tugas mendidik adalah menjadi teladan. Pendidik atau guru Petranas memberikan teladan yang baik kepada peserta didik. Keteladanan guru memegang peranan penting untuk membentuk peserta didik yang berkarakter baik dan berakhlak mulia.
Kedua, Ing Madyo Mangun Karso. Di tengah, bersama-sama saling membangun inisiatif, berinovasi, dan berkreasi. Tenaga pendidik atau guru Petranas perlu tampil di tengah sebagai teman belajar dan kawan diskusi yang menyenangkan. Peserta didik atau siswa bukan objek belajar yang selalu menerima perintah, melainkan subjek belajar yang diberi ruang sebebas-bebasnya untuk berpendapat, berkarya, bermusyawarah, dan melahirkan gagasan-gagasan positif. Pada momen ini, tenaga pendidik berada di tengah, Ing Madyo, maka yang perlu dilakukan adalah *Mangun Karso*, bersama-sama siswa membangun inisiatif-inisiatif, berinovasi, dan berkreasi.
Ketiga, Tut Wuri Handayani. Dari belakang, pendidik memotivasi dan memberdayakan. Tenaga pendidik Petranas bertugas menuntun, bukan mendikte. Sebagai penuntun, Tut Wuri, maka peran yang diambil mestilah Handayani, memberdayakan. Anak didik perlu diberikan kepercayaan bahwa dirinya mampu. Kodrat yang tersembunyi mampu dikeluarkan karena dorongan diri yang kuat.
Tiga fondasi dalam mendidik tersebut tidak hanya berlaku formal di sekolah. Ki Hajar Dewantara menjelaskan bahwa tiga pusat pendidikan adalah sekolah (alam perguruan), rumah (alam keluarga), dan lingkungan (alam pergerakan pemuda). Setiap orang dewasa merupakan pendidik, sudah selayaknya turut berperan aktif sesuai kapasitas yang bisa kita sumbangkan dalam proses pendidikan.
Selain itu, Ki Hajar Dewantara juga menegaskan arti pendidikan yang ia maknai sebagai usaha kebudayaan yang bermaksud memberi bimbingan dalam hidup tumbuhnya jiwa dan raga anak agar dalam kodrat pribadinya serta pengaruh lingkungannya, mereka memperoleh kemajuan lahir batin menuju ke arah adab kemanusiaan (Soeratman, 1989).
Oleh karena itu, pendidikan Petranas menanamkan nilai adab sebelum ilmu. Dengan SMART (santun, mandiri, amanah, rajin, taqwa) dan PETRANAS (patuh, empati, terampil, jujur, toleran, cerdas). Dengan misi pendidikan Petranas menyelenggarakan pendidikan yang berakhlak mulia di seluruh jenjang pendidikan mulai dari TK sampai ke Perguruan Tinggi melalui Pendidikan Agama dan Pancasila, yang diterapkan dalam kehidupan sehari-hari di rumah, di sekolah, dan di masyarakat dengan ciri perilaku di antaranya: jujur, bertanggung jawab, disiplin, patuh aturan, bekerjasama, bersatu, saling menghargai, sopan, santun, serta kasih dan sayang.
Ki Hajar Dewantara percaya dan sangat mendukung bahwa pendidikan yang baik adalah pendidikan yang tidak memaksakan keinginan pendidik kepada peserta didik. Karena itulah, konsep pendidikan jiwa merdeka menjadi landasan yang selalu ia tekankan demi mencetak generasi yang berintelektual tinggi dan sesuai dengan nilai-nilai Pancasila pada masa yang akan datang.
Pelaksanaan misi Petranas harus diawali dengan penyempurnaan kembali kurikulum yang sudah ada. Mata pelajaran Agama, Pancasila, dan Sejarah dipelajari dari kurikulum Pendidikan di Indonesia. Melalui Sejarah, terinspirasi oleh masa lampau atau peristiwa sejarah, dapat dijadikan inspirasi bagi seseorang atau bahkan suatu negara. Sebagai contoh, Indonesia yang telah dijajah selama ratusan tahun harus terinspirasi oleh peristiwa bersejarah ini untuk bertindak lebih baik. Materinya perlu disusun kembali dengan mengutamakan penerapan nilai-nilai Pendidikan Akhlak Mulia dalam kehidupan sehari-hari seperti dijelaskan di atas.
Dengan meneladani pemikiran Ki Hajar Dewantara di bidang pendidikan, pendidikan Petranas dapat mewujudkan generasi beradab dan cerdas. []
Referensi: Wikipedia